1. Panggilan terhadap Simon Petrus
Simon Petrus harus berterimakasih kepada Andreas, saudaranya, karena dialah
yang membawanya kepada Tuhan Yesus(Yoh 1 :35-42). Yohanes menyatakan bahwa
Yesus kemudian mengubah namanya dari Simon (yang berarti buluh yang mudah
lunglai tertiup angin) menjadi Kefas atau Petrus (yang berarti batu karang)
(Yoh. 1:42). Yesus pulalah yang mengubah profesinya dari penjala ikan menjadi
penjala manusia (Luk. 5:10).
Tuhan memanggil kita untuk mengubah kita. Ada kuasa pembaharuan dalam
panggilan-Nya. Mereka yang mau menerima panggilan-Nya akan mengalami
pembaharuan yang luar biasa, bahkan bersifat radikal. Kita dipanggil dari gelap
kepada terang, dari hamba dosa kepada hamba kebenaran. Hidup yang lama diubah
dengan hidup yang baru (2 Kor. 5:17).
2. Pengakuan-pengakuan Simon Petrus
Dalam kehidupan Simon Petrus, baik sebelum maupun sesudah ia menjadi murid
Yesus, ada beberapa pengakuannya yang luar biasa.
Pertama, pengakuan keberdosaan.
Sebagai seorang nelayan kawakan di Kapernaum yang terletak di tepi Danau
Galilea, Simon Petrus telah gagal menangkap ikan sepanjang malam. Sementara
Yesus Kristus, sekali menyuruh mereka kembali bertolak ke tempat yang dalam,
langsung diperoleh begitu banyak ikan. Ia merasa dirinya benar-benar tidak berharga
di mata Tuhan. Ia tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari
padaku, karena aku ini seorang berdosa.” (Luk. 5:8). Ini adalah pengakuan yang
tulus dari seseorang yang menyadari keadaan dirinya.
Ketika kita berjumpa dengan Kristus, maka kita akan diperhadapkan kepada sebuah
cermin yang sangat jelas: siapa Tuhan
dan siapa diri kita yang sebenarnya. Kita bukanlah banyaknya harta yang kita
miliki, atau tingginya kedudukan dan jabatan kita, atau banyaknya gelar
pendidikan yang berhasil kita raih. Kita adalah orang berdosa yang
membutuhkan Juruselamat. Pengakuan keberdosaan harus pernah keluar dari mulut
kita. Sama seperti Rasul Paulus sendiri yang menyadari dirinya sebagai orang
yang paling berdosa. Tetapi justru karena itulah maka kita akan dapat merasakan
betapa besar kasih-Nya yang menyelamatkan kita (1 Tim. 1:15-16).
Bukankah hanya orang sakit yang perlu tabib? Demikian pula hanya
orang berdosa yang membutuhkan Juruselamat!
Kedua, pengakuan keilahian. Di
Kaisarea Filipi, ketika Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya siapa Dia
sebenarnya, maka Simon Petrus memberikan pengakuan percaya atau credo yang luar
biasa: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16). Yesus
memberikan respons membenarkan pengakuan tentang keilahian-Nya, bukan karena
itu berasal dari diri Simon Petrus, melainkan karena Bapa berkenan menyatakan
kebenaran itu kepadanya. Simon Petrus telah menjadi sarana pewahyuan Allah
tentang Yesus Kristus, Anak-Nya Yang Tunggal itu. Simon Petrus menjadi alat
pemberitaan kebenaran. Simon Petrus telah mengenal Yesus Kristus dengan
sebenarnya, sebab Ia memang adalah Mesias, Sang Juruselamat.
Ketiga, pengakuan kesetiaan.
Pengakuan Simon Petrus terhadap keilahian Yesus Kristus dilanjutkan dengan
pengakuan kesetiaan. Ketika Tuhan Yesus menyampaikan tentang penderitaan yang
akan dialami-Nya, Simon Petrus berkata: “Sekalipun aku harus mati bersama-sama
dengan Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.” (Mat. 26:35). Ini merupakan suatu
komitmen yang luar biasa. Janji setia sampai mati!
3. Penyangkalan Simon Petrus
Sayangnya pengakuan kesetiaan Simon Petrus di atas lebih banyak berdasarkan
emosi belaka. Kesetiaan atau komitmennya dinyatakan dengan mengandalkan
kemampuan dirinya sendiri. Itulah sebabnya Simon Petrus jatuh dalam dosa penyangkalan,
sebagaimana yang Yesus Kristus telah katakan. Ia menyangkal Juruselamat, Guru
sekaligus Sahabatnya sebanyak tiga kali, yaitu ketika ia dipergoki oleh seorang
hamba perempuan, seorang hamba lain, dan beberapa orang secara bersama-sama.
Semuanya terjadi di halaman gedung Mahkamah Agama. Dan … ayam pun berkokoklah …
(Mat. 26:69-75).
Kita pun mungkin sering menyatakan kata-kata kesetiaan kepada Tuhan tetapi
dengan didasarkan kepada kemampuan diri sendiri. Ketika kita diperhadapkan
kepada orang-orang lain di dunia ini: dalam bisnis, studi, keluarga, dan
masyarakat, kita menyangkal Dia dan kebenaran firman-Nya. Kita kembali
menggunakan prinsip dunia ini dan tidak lagi hidup berdasarkan prinsip Kerajaan
Allah. Tak ada orang yang kebal terhadap godaan untuk menyangkal Yesus. Kita
sama rapuhnya dengan Simon Petrus, walaupun dalam bentuk dan intensitasyang
berbeda.
4. Pemulihan Simon Petrus
To error is human. Berbuat kesalahan itu manusiawi. Benar! Tak ada manusia yang
sempurna. Simon Petrus pernah menyangkal Tuhan Yesus. Kita pun mungkin pernah
menyangkali-Nya. Namun ketika kesalahan itu disadari, dosa itu disesali dan mau
dilanjutkan dengan pertobatan, maka selalu datang pemulihan.
Kembali di tepi Danau Galilea, ketika Tuhan Yesus mempertanyakan kembali
komitmen Simon Petrus untuk mengikut dan melayani-Nya, maka keluar kalimat yang
luar biasa dari mulutnya: “Benar Tuhan. Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau” (Yoh. 21:15-17). Walaupun
kata “kasih” yang diucapkan Simon Petrus sebanyak tiga kali itu adalah kata
Yunani fileo, yang kadarnya tidak setinggi kasih agape, tetapi itu merupakan
suatu kejujuran dan ketulusan hati, bukan sesuatu yang emosional dan didasarkan
pada kekuatan diri sendiri.
Akhirnya, Simon Petrus dipulihkan(Yoh 21:15-19). Ia dipenuhi dengan Roh Kudus
di loteng Yerusalem, kemudian mengalami perubahan drastis dari seorang
penyangkal Kristus menjadi rasul Kristus. Pelayanannya didasarkan pada kasihnya
kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberinya kesempatan sekali lagi. Simon
Petrus tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sejarah gereja mencatat bahwa di
akhir hidupnya ia mati sebagai martyr … disalibkan. Tetapi ia merasa tidak
layak disalibkan sama seperti Gurunya. Simon Petrus disalibkan … dengan kepala
di bawah.
Selalu ada pemulihan dari Tuhan bagi mereka yang mau kembali kepada-Nya. Tuhan
sedang memberikan kesempatan kedua kepada kita. Mari kita manfaatkan
sebaik-baiknya untuk menjadi pengikut dan pelayan-Nya yang lebih
sungguh-sungguh lagi